Theory of Literature II
Sekilas tentang ragam Teori Sastra / Theory of Literature 2
Oleh: wisnu hartanto
TEORI SASTRA : FORMALISME (dirintis tahun 1914)
Oleh: wisnu hartanto
TEORI SASTRA : FORMALISME (dirintis tahun 1914)
Formalisme adalah sebuah mashab teori sastra yang lahir di Rusia dan lebih berorientasi pada bentuk (Form) dengan titik berat kajian terhadap narasi atau cerita. Mashab ini muncul sebagai reaksi dari pendekatan postivistik yaitu fakta yang diamati oleh auguste comte bahwa ilmu pengetahuan itu harus berdasarkan fakta.
Maka positifisme dapat diartikan bahwa apapun instrumen itu, tidak punya nilai dan tidak perlu penilaian. Suatu alat dan cara hanya akan bernilai ketika dikaitkan dengan pelaku dan objektifnya jadi akan lebih terlihat pada segi realistis sebuah karya sastra yaitu bentuk (Form) itu sendiri.
Di rusia terdapat organisasi yang mendukung adanya mashab teori sastra Formalisme aguste comte ini yaitu The Moskow Linguistic Circle yaitu organisasi yeng beranggotakan para ahli liguistik seperti Victor Sklovskij.
Dalam pemikirannya Victor Shklovsky menyatakan bahwa Sekarang seni kuno sudah mati, sementara seni baru belum lahir. Hal-hal lain juga telah mati - kita telah kehilangan perasaan terhadap dunia. Hanya kreasi bentuk-bentuk artistik baru yang dapat memulihkan kesadaran manusia terhadap dunia, membangkitkan semangat dan membunuh pesimisme. (DW Fokema et al, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998, 13).
Para eksponen kaum Formalis Rusia ini tergabung juga dalam gerakan kelompok semacam The Opojaz Group ( The society for The Study of Poetic Language) yang terdiri dari beberapa tokoh seperti Roman Jakobson, Boris Eikenbaum, Osip Brik, Yury Tynyanov. Gerakan pemikiran Formalisme Rusia ini mendapatkan resapan pengaruh filosofis dari Edmund Husserl (Fenomenologi) dan Ferdinand de Saussure (Strukturaisme).
Sekitar akhir abad 20 terdapat perbedaan pendapat tentang arti dari teori sastra formalisme antara beberapa tokoh bahasa yaitu:
1. Pendapat ahli bahasa dari eropa, Hipolyte Taine yaitu teks sastra mesti dianggap sebagai psikologi individu (Le Race), seterusnya merupakan pernyataan masyarakat (Le Milieu) dan waktu (Le Moment); Sedangkan
2. Kaum formalis menolak teori ini, menurut mereka teks sastra merupakan karya kebendaan yang terbangun atas kata-kata, mempunyai kaidah, struktur dan peralatan khusus ini yang harus dikaji dipahami bukan dijelmakan sebagai pengetahuan lain. Teks sastra adalah objek yang dikaji secara khusus.
3. Pemikiran Ferdinand de Saussure (tokoh strukturalisme) yang mengkaji teks secara forrmal yang terstrukutur yang ada kaitannya dengan bahasa: Bentuk dari karya sastra harus memperoleh kekhususan dari sarana yang memunculkan sifat kesusastraan.
4. Menurut Victor Sklovsky ada dua konsep formalisme yaitu
a). De familiarisasi (tidak umum dipakai) yaitu konsep yang digunakan kaum formalis untuk mempertimbangkan karya sastra dengan kehidupan apa yang sudah otomatis dalam karya sastra dipersulit pemahamannya sehingga terasa asing, ganjil atau aneh yang bertujuan agar pembaca lebih tertarik akan hal-hal disekitarnya.
b). De Otomatisasi (yang tidak secara otomatis)
Fabula adalah bahan dasar dari sebuah cerita. Syuzet bagaimana pengarang menceritakan plot atau tekniknya.
Bagaimana cara menganalisis teks formalisme dalam teori sastra:
Lihat kebahasaanya, lihat gaya bahasanya, dan lihat efek yang ditimbulkan dari kata-katanya (apakah membuat tertawa atau sedih).
Ada hubungan antara karya dengan pengarang, pembaca, sejarah, tetapi hubungannya dengan sifat kesustraannya (defamiliarisasi dan deotomatisasi).
Selain berorientasi pada bentuk, Formalisme juga menganggap penting otonom karena karya sastra adalah sesuatu yang mandiri dan berdiri sendiri. Dari kedua hal inilah kemudian berkembang menjadi strukturalisme dengan tokoh terkenalnya Ferdinand de Saussure.
Mashab ini lebih mirip dengan mashab Formalisme Rusia dimana memandang bahwa suatu karya sastra itu otonom dan berdiri sendiri tanpa perlu adanya penilaian terhadap faktor eksternal karya tersebut; seperti penulis dan faktor eksternal lainnya. Jadi karya itu hanya dapat dinilai dari segi bentuk dan isi yang terlihat ( tipografi, rhyme, gaya bahasa, simbol, dll).
Dalam New Criticism, hal yang disoroti atau yang menjadi pokok bahasan adalah ketidakpuasan terhadap karya sastra yang hanya djadikan alat pencari uang (Komersialitas) saja, tanpa mengindahkan segi estetis dan artistis karya sastra.
International fallacy : Pemisahan maksud dari pengarang dan konteks sosial pada saat pembuatan sebuah karya sastra.
Affective fallacy: menjauhkan keterlibatan psikologi penulis dan melibatkan pribadi pembaca dalam menghadapi karya sastra.
*Tokoh-tokohnya antara lain:
strukturalisme adalah sebuah metode analisis dalam ilmu linguistik yang dikembangkan oleh Ferdinand De Saussere. Tujuannya untuk mendeskripsikan keseluruhan pengorganisasian tanda, bahasa seperti yang dilakukan oleh Levis Strauss untuk mendeskripsikan mite, keteraturan hubungan, totemisme.Sedangkan AJ Greimmas lebih menfokuskan pada grammar (tata bahasa dari karya sastra) dalam bentuk narasi dan dijelaskan dalam skema aktansialnya. Mereka mencari dalm struktur tersembunyi, atau permukaan yang tampak. Social Semiotics kontemporer pun mulai bergeser di bawah concern strukturalis dengan menemukan relasi internal antara bagian-bagian di antara apa yang terkandung dalam suatu sistem. Dengan ekplorasi penggunaan tanda-tanda dalam situasi tertenu.Jadi, strukturalisme memiliki asumsi bahwa dalam suatu fenomena terdapat konstruksi tanda-tanda.Penelitian dengan strukturalisme mensyaratkan kemampuan memandang keterkaitan inner structure agar mampu memberi makna yang tepat pada fenomena yang tengah menjadi studi.
Dalam hal konsep mengenai bahasa, Saussure membedakan antara language (langue) dengan speech (parole). Language adalah sistem formal yang punya kehidupan tersendiri, lepas dari orang-orang yang menggunakannya. Speech adalah pemakaian bahasa untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, yakni untuk berkomunikasi. Urusan ilmu bahasa, tutur Saussure, adalah mengkaji language, bukan speech. Pembedaan ini sangat besar dampaknya terhadap ilmu bahasa dan komunikasi sampai sekarang. Perbedaan antara language dengan speech terletak pada kestabilannya. Menurut Saussure; "sinkronik", artinya, stabil dan tak mudah berubah sejalan dengan peralihan waktu. Sementara speech berarakter "diakronik" alias selalu berubah mengikuti situasi.
Konsepsi dari saussure dalam teori sastra adalah membagi sebuah tanda dalam Tanda, Petanda, dan Penanda. Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, dapat dipersepsi indra manusia, tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri dan bergantung pada pengenalan oleh penggunanya sehingga bisa disebut tanda.
Jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa basis argumen Saussure adalah hubungan antara kata dengan hal yang dinyatakannya. Sebagai contohnya yaitu struktur bagi Marx adalah ekonomi (kesenjangan kelas ekonomi dalam buruh); dan bagi Saussure, strukturnya adalah bahasa.
Adalah suatu konsep dari orang-orang eropa yang mengangap bahwa hanya bangsanyalah yang berbudaya tinggi dan berperadaban tinggi pula serta layak untuk dijadikan panutan oleh bangsa lain (the others).Konsep semacam ini justru akan menciptakan imperalisme di dunia dimana bangsa lain (the others) akan mengakui kebesaran dan takluk akan peradaban satu bangsa saja.
Para kaum kolonial hanya menggunakan wacana untuk menyampaikan misinya kepada bangsa lain, dan melalui propaganda - propaganda macam inilah pengaruhnya dapat dirasakan begiru besar. Kaum kolonial sangat terkenal dalam hal agitasinya, maka banyak orang berpendapat bahwa bangsa barat adalah seoarng agitator yang ulung. Michael Faucault mengatakan bahwa wacana itu sangat berperan. Wacana ada hubungannya dengan kekuasaan. Kekuasaan ada hubungannya dengan pengetahuan. Karena hal tersebut orang Barat lebih menguasai orang Timur, contohnya tidak hanya dapat kita lihat dari penjajahan yang nyata tapi juga dari konsep yang masuk dalam orang Timur. Bangsa timur akan menggap bahwa bangsa barat itu serba “wah” dan patut ditiru.
* Tokoh-tokoh Post Colonial Teori Sastra:
1. Edward Said : seorang ahli sastra dari Timur Tengah yang mempelajari tentang orientalisme (ketimuran).
2. Homi Bhaba
3. Gayatri Spivar : Beliau mempertanyakan apakah kaum marginal mampu menegmukakan pendapatnya secara eksplisit/ terang
4. Franz Faron : menurutnya dalam diri kita sebenarnya seperti orang hitam tapi penampilannya atau pemikirannya seperti orang Barat.
5. Antonio Crancy : menurut teori Hegemoni memberikan pada kita sebuah kesadaran palsu, sesuatu bentuk dominasi yang dilakukan tanpa kekerasan untuk mencapai maksud.
NB: Pesan dari penulis :D
Enak tho, nggak perlu susah² cari bahan kuliah. Semua sudah dirangkum jadi satu. Mari berbagi Ilmu walaupun banyak yang bilang Ilmu itu mahal tapi bener juga, selama ini saya kuliah bayar mahal. :D Enggak masalah, demi kemajuan pendidikan bangsa dan negara, berbagi ilmu untuk yang membutuhkan.
• Jangan lupa, klo mengcopy tolong tinggalkan jejak anda pada komentar dan sertakan link blog ini sebagai rujukan tuisan anda. Jangan pernah mengcopy pastekan artikel saya di Blog atau website lain. Hormati penulis.
Dont have comment yet for: "Theory of Literature II"
Post a Comment